Hendri
Parwanti Caleg Nomor 6 Dapil I Gunug Sitoli : Mari Doakan PLN Kembali ke Jalan Yang Benar!
Listrik merupakan
kebutuhan vital dalam dunia ini apalagi bagi pelaku ekonomi, bisnis, rumah
tangga, instansi pemerintah, swasta, pabrik, kaum Ibu atau Perempuan yang
paling perlu melakukan aktivitas saat melahirkan di rumah sakit, kalau malam
hari wah apa lagi....pokoknya semua butuh listrik.
.
Mari kita sadari kalau
perempuan merupakan tiang negara marah-marah apa jadinya tuh....makanya PLN
jangan melek ungkap “Caleg Perempuan” ini dengan tegas mendukung tuntutan
rakyat dengan segala bentuk aktivitas rakyat dan PLN dengan identitas
telah membantu masyarakat jangan setengah hati lah....apalagi kaum pelaku
sosial, kesehatan, pendidikan, keamanan, politik,
dan ekonomi dengan track record yang dimiliki PLN selama
ini tak dapat dipertahankan karena ada sesuatu masalah tidak terbuka pada
rakyat, jadi PLN mau terbuka pada Kejatisu atau KPK? Hendaknya PLN jangan
begitu juga lah yaah.....ujarnya.
PLN harus hati-hati
lho kalau kami kaum perempuan masih mengalah, nah kalau perempuan marah, gawat
kan? Jadi PLN pun harus mau mengalah lho...karena kami kaum perempuan masih mau
ngalah..Selama berada di tengah masyarakat PLN harus dapat melaksanakan kinerjanya
ketingkat profesionalan sasaran dan gebrakan spektakuler penyelesaiannya
dengan cepat dan tepat sasaran, agar rakyat jangan marah. Mesin tinggal
angkat dari mana saja gampang, kan semua pakai uang rakyat, uang rakyat banyak
mau dikemanakan itu semua?
Hal ini disampaikan
calon legislatif (DPRD) Tingkat II Daerah Pemilihan I Nomor 6 Kota Gunung
Sitoli dari Partai Hanura bernama Hendri Parwanti sangat prihatin
banyaknya kasus-kasus di negara kita belum tuntas sudah tambah lagi...PLN
selain kasus Trafficking, Kesehatan, Kekerasan dan
intimidasi terhadap perempuan dalam lingkungan kerja, rumah
tangga. Selain itu masalah politik. korupsi, proyek-proyek
fiktif, ketenaga-kerjaan, Kesehatan, pendidikan, pekerja
seks komersial itu masalah kesetaraan gender dan
kemiskinan, pembunuhan, bunuh diri di kota-kota besar
hingga pedesaan, demikian diungkapkannya dengan terbuka dan senang
saat disampaikan Media ini, lewat HP selulernya dari Gunung Sitoli,
Sabtu (5/10).
Hendri Purwanti
menyampaikan kalau masyrakat mengkritisi karena peduli pada PLN agar cepat
berbuat yang terbaik pula ungkap Parwanti yang telah menikah dengan Drs
Firman Harefa SPd MSi dikaruniai Tuhan Tiga Anak ini
termotivasi masalah di atas ia mencalonkan diri atas panggilan
jiwanya yang memiliki keinginan luhur dari suami, keluarga dan dorongan
masyarakat yang melihatnya memiliki aura manis yang baik, ramah, keibuan dan penyang
ini terobsesi untuk membangun Nias dari ketertinggalan dari multi masalah,
memohon “Doa restu masyarakat dengan kerendahan hati dapat memberangkatkan
menjadi Caleg Tingkat II Kota Nias Dapil I Nomor 6 Partai Hanura mengakui
banyak perempuan sudah sukses
Hendri Purwanti
merupakan isteri tercinta Drs Firman Harefa SPd, MSi mantan Sekretaris Daerah
Pemko Nias lahir di Pekan Baru, 2 Mei 1962 lalu, tamatan SD (Sekolah Dasar)
Mardisiwi Tahun 1967-1973, SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Negeri
Padang, Tahun 1973-1976 dan SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) Negeri I
Padang juga.
Riwayat pekerjaan
Hendri Parwanti yang rajin, lincah dan selalu ceria ini bekerja sebagai
karyawan di PT Astra Padang Tahun 1982-1984, kemudian kiprah ke Ibukota Negara,
di PT Astra Cabang Hasyim Ashari Jakarta Tahun 1984-1985 dan di PT Mugi Jakarta
Tahun 1988-2010.
Wanita yang memiliki
tiga orang anak ini menuturkan dengan kerendahan hatinya yang tulus
menyampaikan sebagai Ibu Tumah Tangga bahwa pengalamannya di
Perusahaan membuat keinginan dan hasratnya dibarengi mentalnya kuat sesuai jati
dirinya sebagai mantan Ibu Dharmawanita semua terujud dan terwujud adalah
berkat kasih dari Tuhan, dan dari sesama insan manusia tidak terlepas lah yah,
ujar Hendri Parwanti.
Menurutnya hidup ini
harus dapat berbagi rasa kepada sesama baik susah maupun senang kita harus
ingat bahwa kita ada karena kita mau saling ada di tengah masyarakat sebagai
perekat mengikat tali-asih secara dekat tidak boleh sesat meskipun tubuh kita
penat tekat harus tetap bersahabat agar selamat, tutur Hendri Parwanti.
Diakuinya, “Keinginan
luhurnya bila duduk menjadi Anggota Legislatif di Gunung Sitoli
dapat bersinergi dan menerapkan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat
kepada pemerintah khususnya masalah gender perempuan keterwakilannya memberikan
sesuatu yang spektakuler itu nantinya dan saat ini masih rahasia, lho...kalau
diberitahu sekarang nanti diambil orang ide, gagasan, dan maksud saya
itukan?”ujar Ny Firman Harefa sambil tersenyum.
Fenomena Partisipasi
perempuan dan politik telah mendapat kempat yang strategis menjadi perhatian
serius jadi kita harus bekerja serius dan fokus untuk mengemas isu dan
memecahkan segala isu krusial yang ada di tengah masyarakat.
“Paling
tidak caleg perempuan harus mampu menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka
bisa untuk membawa perubahan pembangunan, hal ini harus dibuktikan dengan
menunjukkan apa yang telah kita lakukan dengan karya nyata bagi masyarakat
melalui lingkungan kita masing-masing sebelum menjadi caleg, misalnya selama
berkiprah di dunia politik, berkaitan dengan proses penggunaan listrik berapa
mega wat yang telah dijalankan PLN harus terima dikritisi masyarakat
apalagi kaum perempuan dalam kelembutanya tersirat kalau marah hebat,
serta seberapa lama lagi PLN bertahan menahan amarah rakyat Sehingga PLN
akan di direkrut menjadi PLS atau (Perusahaan Listrik Swasta) apa mau? bukan
sekadar dieksploitasi untuk memenuhi kuota listrik tetapi memang kalau tak
mampu melaksanakan tugasnya. Perlu juga ada persaingan terhadap PLN kalau
benar-benar tak mampu menjalankan maka perlu berkompetisi dan memiliki
kapasitas PLN tak dapat diselamatkan lagi karena pada dasarnya
oknum-oknum di PLN selama ini memiliki kemampuan luar biasa yang telah
melekat dalam negara tentu kalau ada saingn yang jauh berbeda dengan akan
terbentuknya perusahaan listrik swasta apa mungkin? Berkaitan dengan ketelitian
dalam menyelesaikan sesuatu dan sifat perempuan yang selalu lembut menggunakan
pendekatan hati dan kasih sayang dan tidak merendahkan orang lain dan secara esensial kita tak takut terhadap apapun
masalah yang kita hadapi dalam
menyelesaikan segala persoalan harus cepat, tepat sasaran maka api tidak jadi berkobar dilakukan masyarakat. Kasus tak ada yang tak terselesaikan harus kita Aminni dengan keyakinan dan
tekad luhur pasti Tuhan akan jawab persoalan hidup kita. Mari kita doakan
PLN kembali kejalan yang benar. (Nurlince Hutabarat)
Murniati
Sinaga SPd:
Fenomena Kritik Bagi Guru
Medan,
Media Rakyat
Fenomena
kritik yang dilontarkan di tengah masyarakat terhadap keberadaan guru, yang
terkesan ‘tidakberdaya’ menghadapi derasnya arus globalisasi termasuk ide-ide
ideal yang disampaikan baik dari pemerintah, DPR, akademisi, LSM (Lembaga
Swadaya masyarakat) maupun kalangan lainnya, diakuinya karena, “Masih adanya guru yang lebih senang
menggunakan suatu produk pembelajaran yang bersifat ’instan’ daripada berlatih
mendesain sendiri, karena hal tersebut sebagai bukti belum teraktualisasinya
kompetensi guru.”
Menanggapi
fenomena ini Murniati Sinaga SPd Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 060882 di Jln
Abdullah Lubis Medan, Sabtu, (5/10) kepada Media Rakyat menjelaskan, “Masih
adanya guru yang lebih senang dan bangga menjadi satu-satunya sumber belajar
tanpa berpikir perlunya berinteraksi dengan ’makhluk’ lain selain dirinya.
Menjadi pewarta materi dengan peserta didik yang duduk senang tanpa
‘perlawanan’, juga menjadi kebanggaannya. Padahal keterlibatan peserta didik
dalam proses pembelajaran merupakan conditio sine qua non atau mutlak
dilakukan.” Demikian ungkap Murniati
Selanjutnya
dituturkan Murniati, “Masih adanya guru yang lebih senang menggunakan ’ancaman’
untuk mengingatkan peserta didik daripada menerapkan teknik-teknik
profesionalnya saat dididik menjadi guru sebelumnya. Padahal guru sudah
mempelajari kaedah dan teori pemberian reward dan memahami bahwa memberikan
reward bagi peserta didik merupakan kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan dan
menjadi bagian yang utuh dalam proses pembelajaran, juga terlihat adanya guru
yang masih asing bahkan sinis terhadap inovasi tapi suka menganggukkan kepala
tanda setuju tanpa memikirkan secara mendalam makna anggukan kepala tersebut.
Gurupun terlihat ’kebingungan’ ketika datang suatu perubahan tanpa mencerna
terlebih dahulu makna perubahan tersebut,” tutur Murniati
“Masih adanya guru yang lebih senang
menyimpan alat peraga secara rapi di lemari daripada memanfaatkan alat tersebut
guna kepentingan proses pembelajaran. Padahal guru sudah belajar tentang teori
perkembangan kognitifnya Piaget dan telah memahami sejak dari dulunya, bahwa
pembelajaran dengan alat peraga lebih bermakna daripada pembelajaran tanpa alat
peraga, dan masih adanya guru yang tidak mau belajar membuat karya ilmiah dan
lebih senang dengan pilihan golongan kepegawaiannya tetap di IVA, sehingga
merasa ”bebas administrasi”. Ada juga guru yang senang menggunakan peserta
didiknya sebagai objek ’les privat’ dengan memberikan perhatian khusus bagi
peserta didik yang mengikuti les privatnya,” jelasnya lagi
Kondisi-kondisi
tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari guru itu sendiri dan
faktor lainnya yang berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut, antara lain :
Kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya menaikkan tingkat
profesionalitasnya, sebab bertambah atau tidaknya pengetahuan serta kemampuan
dalam melaksanakan tugas rutin dianggap tidak berpengaruh langsung terhadap
pendapatan yang diperolehnya.
Penghasilan yang diperoleh guru masih
belum mampu memenuhi hidup harian keluarga secara mencukupi, meskipun sudah ada
upaya pemerintah untuk menaikkan penghasilan guru dengan program peningkatan
kualifikasi dan sertifikasi guru karena pemerintah telah ‘menjanjikan’ akan
menaikkan gaji guru dan dosen hingga 300 persen, dengan berbagai persyaratan
harus memenuhi kompetensi dan sertifikasi,
Terkait
Pembelajaran perlu dirancang dan
dilaksanakan dengan memperhatikan
konteks siswa (akademis, spiritual, psikis, fisik, budaya, ekonomis mengajak
siswa masuk ke dalam pengalaman belajar, baik langsung maupun tidak langsung.
Belajar di sini bukan hanya menyangkut aktivitas otak atau pikiran (kognitif),
tetapi juga melibatkan seluruh pribadi, perasaan, dan kemauan (afektif).
Belajar perlu melibatkan dimensi afektif dengan mencoba merasakan dan mengalami
kebenaran yang diperolehnya mengajak siswa berefleksi untuk menemukan maksud,
tujuan, nilai, makna, dan manfaat dari pengalaman belajar. Refleksi ini amat
penting karena akan meningkatkan perkembangan dalam bidang emosi, pengetahuan,
rasa sosial, kerohanian, melaksanakan
apa yang disadari dalam refleksi sebagai baik, benar, dan bermanfaat dalam
perbuatan nyata. Aksi menunjukkan pertumbuhan batin seorang siswa berdasarkan
pengalaman yang telah direfleksikan, kemudian dimanifestasikan secara lahiriah
dalam perbuatan, melaksanakan evaluasi
(tes) untuk mengukur/melihat keberhasilan akademis siswa dalam belajar, Kecuali
bidang akademik, yang perlu dievaluasi adalah perkembangan kepribadian siswa
Sementara
pengakuan Murniati kalau di SDN 060882 mudah-mudahan belum ada karena kita
terus memonitoringnya dan saya hadir setiap saat memberikan arahan dalam
brifing untuk memajukan sekolah ini namun karena siswanya semakin tahun semakin
berkurang karena pengaruh di tengah kota Medan dan pengaruh Keluarga Berencana
(KB), imbuh Murniati Sinaga SPd (Herry/Salomo)