Hakim Majelis PN Medan Curiga Tegur
Jaksa Soal Barang Bukti
MEDAN SSMP Online
Persidangan perkara tindak penganiayaan, dalam
persidangan yang dipimpin Majelis Hakim Firman SH. Jaksa Penuntut Umum menyerahkan alat bukti di persidangan, ternyata berbeda dengan alat bukti sebenarnya.
Begitulah yang terungkap saat terdakwa di persidangan,
Basrul Winarto Pasaribu alias Erwin, (31), warga kawasan Brigjend.Katamso Medan yang keseharian
bertugas sebagai pengawas di salah satu perusahaan bergerak di bidang real
estate. Dakwaan terhadap Basrul, termasuk dari keterangan sejumlah saksi yang
dihadirkan termasuk saksi korban Syafwanuddin Siregar yang merupakan
salah seorang hakim di Pengadilan Negeri Kisaran, menyebutkan pada 10 Mei 2014
silam sekira pukul 12.00 WIB terdakwa telah melakukan pengancaman dengan pisau
lipat terhadap saksi korban.Kejadian bermula saat sejumlah warga protes
terhadap proses penimbunan tanah, Sejumlah warga yang mendatangi Basrul
Pasaribu saat itu meminta proses penimbunan lahan pinggir Sungai Deli yang akan
dibangun perumahan agar segera dihentikan. “Saat itu Basrul Pasaribu
malah memaki-maki sejumlah warga. Bahkan ada seorang ibu nyaris terlindas roda
truk, lantaran Basrul Pasaribu tidak mengindahkan permintaan para
warga,”ungkap saksi korban Syafwanuddin. Teguran warga diindahkan Basrul
Pasaribu, bahkan saksi korban yang juga mengaku mendengar saat Basrul
marah-marah kepada warga sempat merasa terancam. Saat itu Basrul yang menjadi
pengawas pada proyek penimbunan lahan untuk pembangunan real estate tersebut,
sempat mengacungkan belati terhadap saksi korban.
“Saat terdakwa hendak menghunjamkan belatinya itulah, spontan saya menghindar. Untuk menghilangkan alat bukti oleh terdakwa, saya langsung mengambil pisau lipat yang hendak dihunuskannya kepada saya dengan menggunakan rumput kering supaya jari saya tidak menempel pada alat bukti,”ungkap saksi korban Syafwanuddin di persidangan.
“Saat terdakwa hendak menghunjamkan belatinya itulah, spontan saya menghindar. Untuk menghilangkan alat bukti oleh terdakwa, saya langsung mengambil pisau lipat yang hendak dihunuskannya kepada saya dengan menggunakan rumput kering supaya jari saya tidak menempel pada alat bukti,”ungkap saksi korban Syafwanuddin di persidangan.
Dua saksi lain juga dihadirkan ke persidangan.
Saat ditanyakan hakim kepada terdakwa berkenaan keterangan para saksi, terdakwa
menyatakan keterangan para saksi semuanya tidak benar. Tidak hanya mendengar
keterangan para saksi. Majelis Hakim juga memperlihatkan para saksi yang
dihadirkan ke persidangan."Bukan ini alat buktinya majelis hakim. Memang
mirip dengan pisau lipat ini, tapi waktu itu bentuknya berkilat,"ungkap
Syafwanuddin sampai berakhirnya sidang.
Hakim dengan tegas mempertanyakan pada jaksa Nur Fransiska berkenaan alat bukti yang sebenarnya. Saat itu Nur Fransiska terlihat gugup dan pucat. Tak ayal, hakim pun terlihat agak emosional.
"Tidak boleh alat bukti yang berbeda dihadirkan ke persidangan," hakim menegaskan.
Kegugupan Nur Fransisca begitu kentara, tatkala Jurnal Asia mencoba menanyakan perihal alat bukti tersebut. Beralasan akan menghadiri sebuah kegiatan penting, jaksa segera berlalu tampak tergesa-gesa. Onan Purba SH yang bertindak selaku penasehat hukum terdakwa, juga menyesalkan tindakan jaksa Nur Fransisca yang menjeratkan terdakwa UU No.12 Tahun 1951 tentang Darurat. Padahal UU tersebut tidak pernah berlaku, kecuali UU No.12/Darurat 1951 tentang penggunaan senjata api. “Sebenarnya terdakwa merupakan korban, Bukan terdakwa yang melakukan pengancaman, malah terdakwa pada saat kejadian yang dipukuli oleh sejumlah warga. Kami sudah melaporkan saksi korban ke Polsek Medan Kota, selanjutnya diteruskan ke Polda Sumut,”ungkap penasehat hukum terdakwa. Onan Purba menuturkan, saksi korban merupakan hakim di PN Kisaran. Semestinya dalam peraturan maupun perundang-undangan seorang hakim teramat janggal untuk dihadirkan sebagai saksi ke persidangan. Safwanuddin dikejar para wartawan menutupi wajahnya sambil berkata,"kok kelen fotho aku kan korban," seraya masuk ke mobilnya dikawal preman-preman.
Hakim dengan tegas mempertanyakan pada jaksa Nur Fransiska berkenaan alat bukti yang sebenarnya. Saat itu Nur Fransiska terlihat gugup dan pucat. Tak ayal, hakim pun terlihat agak emosional.
"Tidak boleh alat bukti yang berbeda dihadirkan ke persidangan," hakim menegaskan.
Kegugupan Nur Fransisca begitu kentara, tatkala Jurnal Asia mencoba menanyakan perihal alat bukti tersebut. Beralasan akan menghadiri sebuah kegiatan penting, jaksa segera berlalu tampak tergesa-gesa. Onan Purba SH yang bertindak selaku penasehat hukum terdakwa, juga menyesalkan tindakan jaksa Nur Fransisca yang menjeratkan terdakwa UU No.12 Tahun 1951 tentang Darurat. Padahal UU tersebut tidak pernah berlaku, kecuali UU No.12/Darurat 1951 tentang penggunaan senjata api. “Sebenarnya terdakwa merupakan korban, Bukan terdakwa yang melakukan pengancaman, malah terdakwa pada saat kejadian yang dipukuli oleh sejumlah warga. Kami sudah melaporkan saksi korban ke Polsek Medan Kota, selanjutnya diteruskan ke Polda Sumut,”ungkap penasehat hukum terdakwa. Onan Purba menuturkan, saksi korban merupakan hakim di PN Kisaran. Semestinya dalam peraturan maupun perundang-undangan seorang hakim teramat janggal untuk dihadirkan sebagai saksi ke persidangan. Safwanuddin dikejar para wartawan menutupi wajahnya sambil berkata,"kok kelen fotho aku kan korban," seraya masuk ke mobilnya dikawal preman-preman.
Sebelum sidang Syafwanuddin disoraki keluarga Basrul, " Hakim kau woi....kau sulap koban jadi terdakwa, mentang-mentang hakim...ga tau malu woi kau oknum hakim...digaji rakyat berani sama orang kecil, tak takut sama Tuhan...kau pikir Tuhan itu buta, tuli woi....takutlah kau sama Tuhan.... alat bukti ga ada jadi ada..." ujar keluarga korban Basrul jadi terdakwa.
Sementara di halaman sidang Koordinator aksi Muhammad Asril Siregar SH menuturkan dengan tegas, agar hakim majelis agar berlaku seadil-adilnya memberi perhatian terhadap Basrul yang disinyalir dikriminalisasi sang oknum hakim PN Kisaran, meminta Kapoldasu dan jajarannya menuntaskan pengaduan Basrul dan Ramadanto . Selanjutnya ujar Asril menghimbau Kapolda agar menangkap oknum hakim Safwanuddin Siregar diduga sebagai dalang atau otak penganiayaan bersama Mardiwal dan orang-orang bayarannya". ujarnya. kemudian ia meminta KY mengawasi proses persidangan, jaksa hendaknya takut akan Tuhan tidak mau diintervesi oknum berkepentingan, kalau terbukti JPU bersalah harus ditindak, tegasnya
ditambahkannya, DPRDSu memberi perhatian dan perlindungan
hukum terhadap Basrul. akhir pe kami lasannya ia mewakli mahasiswa menegaskan mengutuk tidakan oknum hakim PN Kisaran yang melakukan jabatannya menganiaya basrnjaga hargasalah, maka oknum hakim Safwanuddin terkesan tidak bermartabat dan tidak menjunjung kode etik hakim dan tidak takut akan Tuhan (Citra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar